.

.

Minggu, 26 Oktober 2014

AL QURAN

Allah SWT telah menurunkan Al-Quran sebagai satu mukjizat yang membuktikan kerasulan Nabi Muhammad S.A.W, dan kewujudan Allah SWT dengan segala sifat-sifat kesempurnaanNya. Membaca Al-Quran serta menghayati dan mengamalkannya adalah satu ibadah. Ia merupakan satu kitab panduan hidup manusia dan rujukan utama umat Islam di samping sunnah Rasulullah. Al-Quran dinukilkan secara mutawatir (berperingkat atas sebab penurunannya), dan mashaf yang lazim ditemui hari ini dikenali sebagai mashaf Uthmani. Rencana ini mengemukakan satu kajian tentang asal-usul dan sejarah Al-Quran, dari segi cara wahyu diturunkan, peringkatnya, tempat turunnya, masanya, awalnya dan akhirnya. Disertakan juga maklumat tentang pengumpulan dan pembukuan Al-Quran.


Sejarah Al-Qur'an hingga berbentuk mushaf
Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.

Penurunan Al-Qur'an
Al-Qur'an tidak turun sekaligus. Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

Penulisan Al-Qur'an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

Pengumpulan Al-Qur'an pada masa Khulafaur Rasyidin

Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standardisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam pada masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam)


NUZUL AL-QURAN

Daripada segi bahasa, perkataan ‘Nuzul’ bererti menetap di satu tempat atau turun dari tempat yang tinggi. Kata perbuatannya ‘nazala’ (نزل) membawa maksud ‘dia telah turun’ atau ‘dia menjadi tetamu’. Sebenarnya penggunaan istilah Nuzul al-Quran ini secara majaz atau (simbolik) sahaja yang bermaksud pemberitahuan al-Quran. Tujuannya untuk menunjukkan ketinggian al-Quran.

Secara teknikalnya Nuzul al-Quran bererti penurunan al-Quran dari langit kepada Nabi Allah yang terakhir. Perkataan Nuzul dalam pelbagai wajah sama Ada kata nama, kata perbuatan atau lainnya digunakan dalam al-Quran sebanyak lebih kurang 290 kali. Sebagai contoh, “Dia yang telah…..menurunkan hujan.” (al-Baqarah:22), “Dialah….yang menurunkan Taurat Dan Injil.” (Ali Imran:3) Dan banyak lagi ayat-ayat lain.

Peringkat penurunan Al-Quran
Para ulama menyatakan penurunan al-Quran berlaku dalam dua bentuk iaitu secara sekaligus, dan berperingkat. Walau bagaimanapun mereka berselisih pendapat tentang berapa kali berlakunya penurunan al-Quran secara sekaligus. Terdapat tiga pandangan mengenai hal ini, iaitu :

-Penurunan al-Quran dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz;
-Kali kedua, dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-‘Izzah di langit dunia; dan
-Kali ketiga, penurunan kepada Jibril a.s. dalam tempoh 20 malam.

Al-Suyuti dalam kitabnya ‘al-Itqan if Ulum al-Quran’ berdasarkan tiga riwayat oleh Ibn ‘Abbas, Hakim Dan al-Nasa’i, hanya membahagikan kepada dua peringkat sahaja iaitu dari al-Lauh Mahfuz ke Bait al-‘Izzah Dan dari Bait al-‘Izzah kepada Rasulullah s.a.w. Melalui Jibril a.s.

 1. Dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz.

Penurunan ini berlaku sekaligus dengan tujuan untuk membuktikan ketinggian dan kekuasaan Allah SWT. Para Malaikat menyaksikan bahawa segala perkara yang ditentukan oleh Allah SWT di Luh Mahfuz ini benar-benar berlaku. Pendapat ini disandarkan kepada ayat 21 Dan 22 surah al-Buruj yang berbunyi,

بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مجيد فِي لَوْحٍ مَحْفُوظ . “(Sebenarnya apa yang engkau sampaikan kepada mereka bukanlah syair atau sihir), bahkan ialah Al-Quran yang tertinggi kemuliaannya; (Lagi yang terpelihara dengan sebaik-baiknya) pada Luh Mahfuz.” (al-Buruj:21-22)

2. Dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia.

Penurunan kali kedua secara sekaligus dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia dipercayai berlaku berpandukan kepada tiga (3) ayat al-Quran sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas; Allah SWT berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia Dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk Dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang
 salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadan (atau mengetahuinya), maka hendaklah dia berpuasa bulan itu Dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah dia berbuka, kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak Hari yang ditinggalkan itu pada hari-Hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan) dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjuk-Nya dan supaya kamu bersyukur.” (al-Baqarah:185) 

Firman Allah SWT,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam yang berkat; (Kami berbuat demikian) kerana sesungguhnya Kami sentiasa memberi peringatan dan amaran (jangan hamba-hamba Kami ditimpa azab).” (ad-Dukhan:3) Firman Allah SWT,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar.” (al-Qadr:1) Ibn ‘Abbas juga menyatakan mengikut apa yang diriwayatkan oleh Said b. Jubayr: “Al-Quran diturunkan sekaligus pada malam yang penuh berkat.” Ikrimah pula meriwayatkan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Al-Quran diasingkan daripada al-Dhikr ‘الذكر’ dan ditempatkan di Bait al-‘Izzah di langit dunia.

Ibn Marduwayh dan al-Baihaqi mencatatkan perbualan antara ‘Atiyyah bin al-Aswad dan ‘Abdullah bin ‘Abbas yang mana ‘Atiyyah agak keliru mengenai penurunan ayat-ayat ini, “Pada bulan Ramadhan al-Quran diturunkan”, dan “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar”, ia juga diturunkan pada bulan Syawwal, Dhu al-Qaedah, Dhu al-Hijjah, al-Muharram, Safar dan Rabi’ al-Awwal.” Kemudian Ibn ‘Abbas menjelaskan: “Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul-Qadar sekaligus kemudiannya untuk diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w. secara beransur-ansur selama beberapa bulan dan hari.”

3. Dari Bait al-’Izzah kepada Rasulullah S.A.W. (dalam masa 20 malam).

Penurunan di peringkat ini telah berlaku secara beransur-ansur. Al-Quran mula diturunkan kepada Rasulullah s.a.w. sejak baginda dilantik menjadi Rasulullah S.A.W, dan selesai apabila baginda hampir wafat, iaitu dalam tempoh dua puluh tiga tahun. Tiga belas tahun di Makkah dan sepuluh tahun di Madinah al-Munawwarah. Mengikut pendapat ini, Jibril A.S.(Angel Gabriel) diberi Malam Lailatul-Qadar setiap tahun, dari mula turun wahyu hingga ke akhirnya sepanjang tempoh kenabian, sebahagian daripada al-Quran disimpan di Bait al-‘Izzah yang mencukupi baginya untuk disampaikan kepada Rasulullah s.a.w. dalam masa 20 malam. Pandangan ini dipegang kuat oleh al-Mawardi.


Mengenai pendapat pertama mengenai al-Quran diturunkan sekaligus dari Allah SWT ke al-Lauh Mahfuz tidak disokong oleh bukti yang jelas dan kukuh. Ayat dalam surah al-Buruj yang digunakan sebagai hujah tidak menunjukkan secara tersurat atau tersirat mengenai penurunan sekaligus. Para ulama hanya membuat tafsiran pada ayat ini. Maksud ayat ini menceritakan tentang al-Quran dipelihara daripada sebarang pencemaran. Ayat ini ditujukan kepada musuh-musuh Islam yang cuba menambah, mengurang atau mengubah ayat al-Quran tidak akan dapat berbuat demikian kerana ia akan tetap tulen dan selamat. Tafsiran ini disokong oleh para mufassir seperti Tabari, Baghawi, Razi dan Ibn Kathir. Pendapat kedua tentang penurunan sekaligus ke Bait al-‘Izzah berpandukan kepada ayat 2, surah al-Baqarah dan ayat 1, surah al-Qadr tidak menyatakan secara jelas mengenai al-Quran diturunkan sekaligus pada malam yang penuh berkat tersebut. Kenyataan al-Quran ini merujuk kepada masa ia diturunkan dan tidak mengenai bagaimana atau cara ia diturunkan. Ulama tabiin yang terkenal ‘Amir al-Sha’abi mengatakan: “Sudah pasti penurunan al-Quran berlaku pada Malam Lailatul-Qadr pada bulan Ramadhan, dan terus turun dalam masa 23 tahun. Tidak ada Nuzul lain melainkan yang diturunkan kepada Rasulullah SAW.”

Jumhur bersetuju yang ayat 1-5 daripada surah al-‘Alaq diturunkan di akhir Ramadhan 13 tahun sebelum Hijrah. Ketiga-tiga ayat yang dijadikan hujah di atas, tidak dinafikan, merujuk kepada ayat 1-15 surah al-‘Alaq. Cuma para ulama mentafsirkan ayat 185 surah al-Baqarah sebagai ‘keseluruhan al-Quran’. Para ulama, fuqaha, ahli hadith dan ahli tafsir semuanya bersetuju perkataan al-Quran merujuk kepada sebuah al-Quran atau sebahagian daripadanya. Malah ia dinyatakan dalam surah al-A’raf, ayat 204, Allah SWT berfirman,

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Dan apabila Al-Quran itu dibacakan, maka dengarlah akan dia serta diamlah (dengan sebulat-bulat ingatan untuk mendengarnya), supaya kamu beroleh rahmat.”

Mengenai riwayat Ibn ‘Abbas, ia merupakan pandangan beliau dan tidak ada dikaitkan dengan sebarang ucapan Rasulullah s.a.w. sebagai satu sumber menyokong pendapatnya. Suatu persoalan timbul mengapa perkara sepenting ini hanya disebut oleh Ibn ‘Abbas sedangkan di kalangan sahabat yang diiktiraf sebagai pakar al-Quran seperti ‘Abdullah Mas’ud, Ubayy bin Ka’ab, Zaid bin Thabit dan Mu’az bin Jabal tidak membicarakan perkara Nuzul al-Quran yang diturun sekaligus ke Bait al-‘Izzah(langit dunia). Al-Zarqani berpendapat tidak wajar untuk mempersoalkan atau tidak mempercayai Ibn ‘Abbas kerana beliau dikenali sebagai orang yang tidak ada kaitan dengan cerita-cerita israiliyat serta pendiriannya sebagai ‘sahabat’, oleh itu beliau tergolong  di bawah ‘Hukm al-Marfu’ iaitu perkara yang ada hubungan dengan Rasulullah SAW.

Sebahagian ulama berpendapat penurunan al-Quran hanya sekali sahaja iaitu daripada Allah SWT terus kepada Rasulullah melalui Jibril(Gabriel) secara berperingkat dan bukannya tiga kali dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz, ke Bait al-‘Izzah(langit dunia) dan kepada Rasulullah. Penulisan ini tidak akan terbabit dalam perbahasan ulama mengenai jumlah penurunan dan juga mengenai riwayat Ibn ‘Abbas bersandarkan kepada Rasulullah atau tidak. Penulis hanya menyampaikan adanya perbezaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah Nuzul.

 Hikmah Al-Quran diturunkan beransur-ansur
 
Al-Quran diturunkan sedikit demi sedikit supaya mudah dihafal, difahami dan dilaksanakan. Ia sebagai satu rahmat dan kurniaan yang sangat berkesan kepada hamba-hambaNya. Sekiranya al-Quran diturunkan sekaligus, sudah tentu ia akan menyusahi dan memberatkan, baik daripada segi hafalan, pemahaman dan pelaksanaannya dalam kehidupan. Al-Khudhari mengatakan tempoh al-Quran diturunkan ialah 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, bermula daripada 17hb. Ramadhan tahun 41 kelahiran Rasulullah s.a.w. hinggalah 9hb. Zulhijjah, tahun ke 10 Hijrah. Dalam tempoh tersebut al-Quran dihafal oleh Rasulullah dan para sahabat serta dicatat oleh panitia penulis al-Quran kemudian dikumpulkan pada zaman Sayidina Abu Bakr r.a. dan disempurnakan pada masa Sayidina ‘Uthman r.a. Antara hikmat utama Allah SWT merencanakan penurunan al-Quran kepada baginda Rasulullah SAW ini secara beransur-ansur adalah seperti berikut :

1. Untuk menetapkan jiwa Rasulullah s.a.w. dan menguatkan hatinya. Ini kerana dengan turunnya Jibril a.s. membawa wahyu secara berulang-ulang daripada Allah SWT kepada Rasul-Nya dapat menguatkan jiwa Rasulullah s.a.w. Baginda dapat merasakan pertolongan serta inayat Ilahi tersebut. Tanggungjawab sebagai Nabi adalah berat dan Rasulullah sebagai seorang manusia yang sudah tentu akan menghadapi pelbagai cabaran getir dalam menyampaikan risalah bukan sahaja menghadapi tekanan, sekatan, cercaan, maki hamun malah ancaman nyawa daripada kaumnya sendiri Quraisy dan juga dari kalangan Yahudi dan orang munafik. Tentulah beliau memerlukan belaian wahyu sebagai penenang kepada semua itu.

2. Untuk mendidik masyarakat waktu itu secara beransur-ansur. Ini akan memudahkan mereka untuk memahami al-Quran dan menghafaznya serta dapat beramal dengannya berdasarkan peristiwa-peristiwa yang berlaku di kalangan mereka. Oleh itu mereka dapat mengikis akidah amalan dan adat yang bertentangan dengan Islam secara beransur-ansur. Oleh itu sedikit demi sedikit ianya dapat dihapuskan.


 3. Untuk menyesuaikan dengan peristiwa yang baharu berlaku iaitu apabila timbul sesuatu masalah di kalangan mereka, turunlah al-Quran menentukan hukum yang sesuai untuk menyelesaikan masalah tersebut. Contohnya, ayat mengenai persoalan roh dan seumpamanya.

4. Untuk menunjukkan bahawa sumber al-Quran itu Kalam Allah SWT semata-mata. Ia bukan ciptaan Nabi Muhammad s.a.w. atau makhluk lain.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar